BANGUNLAH DUNIA PENDIDIKAN
MATEMATIKA
Filsafat merupakan ilmu yang mempelajari segal hal yang
ada dan yang mungkinada. Mempelajari filsafat, berarti kita mencoba untuk
memahami pemikiran apara filsuf. Sebagai calon pendidik matematika, sebainya
kita mengert atau mengenal filsafat tentang pendidikan matematika. Filsafat
memiliki peran penting dalam kehidupan. Filsafat bisa berperan sebagai ilmu dan
bisa sebagai sikap hidup.
I. Membangun Dunia
Dunia yang kita tempati telah
Tuhan ciptakan secara harmoni. Semua yang ada dan yang mungkin ada telah berada pada ruang dan waktunya
masing-masing. Yang ada dan yang mungkin ada mempunyai sifat meliputi yang ada
dan mungkin ada pula, maksudnya adalah bahwa pembawa sifat yang ada dan yang
mungkin ada jumlahnya banyak sekali, tidak hanya banyak tetapi berdimensi
hirarkhis. Untuk membangun dunia, manusia harus tahu dulu, dunia
seperti apa yang diinginkannya? Apa tujuan keberadaannya di dunia yang dia
bangun itu? Serta ontologis, epistemologi, dan
aksiologi dunia tersebut.
Membangun dunia dapat dimulai dari
ada dan yang mungkin ada. Yang ada dan yang mungkin ada mempunyai sifat yang
sangat banyak jumlahnya dan juga berdimensi kirarkhis. Setiap yang ada
mempunyai sifat, artinya jika ditinjau dari struktur bahasa, maka yang ada itu
berkedudukan sebagai subyek dan obyek, sedangkan semua sifat yang berkedudukan
sebagai obyek disebut predikat. Obyek memiliki predikat, karena setiap obyek
memiliki sifat. Immanuel Kant mengatakan jika kau ingin mengetahui dunia maka
tengoklah ke dalam pikiranmu sendiri, karena sebenar-benarnya dunia persis
dengan seperti apa yang kau pikirkan.
Menurut Immanuel Kant, seorang filsuf bangsa Prusia (abad
15), secara filsafat, di dunia ini hanya ada 2 (dua) prinsip yaitu prinsip
identitas dan prinsip kontradiksi. Prinsip Identitas ialah keadaan tercapainya A=A,
atau Aku = Aku, atau I = I, dst. Karena filsafat sensitif terhadap ruang dan
waktu, maka selama aku di dunia, aku tidak pernah mengalami keadaan identitas. Keadaan tidak
dapat mencapai identitas itulah yang kemudian disebut sebagai keadaan
kontradiksi, yaitu subjek tidak sama dengan predikatnya; atau subjek tidak sama
dengan objeknya; atau tidaklah ada suatu sifat bisa menyamai subjek atau objek
yang mempunyai sifat tersebut; atau semua predikat pada hakikatnya termaktub
dalam subjeknya. Immanuel Kant
mengatakan jika kau ingin mengetahui dunia maka tengoklah ke dalam pikiranmu
sendiri, karena sebenar-benar dunia itu persis sama dengan apa yang engkau
pikirkan. Sehingga untuk membangun dunia
kita masing-masing secara lengkap, kita harus dapat mengharmonisasikan yang ada
dan yang mungkin ada.
II. Membangun Matematika
Ada beberapa
definisi tentang matematika,
salah satunya adalah
menurut Reys (Erman Suherman, dkk, 2003: 17) dalam bukunya mengatakan
bahwa matematika adalah telaah tentang pola, hubungan, suatu jalan atau pola
berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.
Menurut Russeffendi
(1988: 261), “Matematika
adalah ilmu tentang
struktur yang terorganisasikan”. Misalnya
pada geometri bidang
terdapat unsur-unsur tertentu
antara lain titik,
garis, lengkungan, dan
bidang. Definisi atau
pengertian dari keempat
unsur tersebut adalah
saling berhubungan satu
sama lain.
Dalam The New Encyclopedia
Britannica (2000: 366) matematika adalah "The science of structure, order, and relation that has evolved from
elemental practices of counting, measuring, and describing the shapes of
objects. It deals with logical reasoning and quantitative calculation, and its development has involved an
increasing degree of idealization and abstraction of its subject matter. Since the 17th
century, mathematics has been an indispensable adjunct to the physical sciences
and technology, and in more recent times it has assumed a similar role in the
quantitative aspects of the life sciences."
Hal ini berarti matematika adalah
ilmu tentang struktur, urutan, dan hubungan yang telah berkembang dari praktek-pratek elemental menghitung,
mengukur, dan mendeskripsikan bentuk objek. Dengan nalar dan perhitungan
kuantitatif, dan perkembangannya telah melibatkan peningkatan secara ideal dan
abstraksi dari materi. Sejak abad ke 17, matematika telah diperlukan untuk
tambahan pada fisika dan teknologi, dan pada masa sekarang, matematika telah
diasumsikan memiliki peranan penting dalam aspek kuantitatif ilmu dalam
kehidupan.
Dapat disimpulkan bahwa matematika
merupakan ilmu suatu ilmu yang terstruktur dan terorganisasi dimana memiliki
peranan penting serta hubungan dengan ilmu lain dalam kehidupan.
III. Membangun Pendidikan
Pendidikan memiliki peranan yang
sangat penting dalam kehidupan yang berlangsung seumur hidup. Pendidikan
merupakan usaha yang dilakukan seseorang agar dapat menjalani kehidupan dengan
lebih baik. Menurut Redja (2013:3), pendidikan adalah segala pengalaman belajar
yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Menurut UU No. 20
th 2003 (Hasbullah, 2011:4), pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlakukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Berdasarkan definisi diatas dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan usaha
yang dilakukan secara sadar dan terencana agar dapat mengembangkan potensi yang
dimiliki serta dilakukan seumur hidup yang didapatkan dari segala pengalaman
yang terjadi. Pendidikan salah satunya dapat diperoleh dalam proses
pembelajaran yang terjadi di sekolah. Pendidikan tidak hanya menjadi
tanggungjawab para pendidik melainkan juga para siswa sendiri.
IV. Membangun Pendidikan Matematika
Ketika manusia telah mampu
membangun dunia, membangun matematika, membangun pendidikan, maka manusia juga
mampu membangun pendidikan matematika. Matematika pada hakekatnya, selalu
berusaha mengungkap kebenaran. Matematika berkembang menjadi kediatan abstraksi
yang lebih tinggin di atas kejelasan pondasinya. Kaum pondasionalis
epistemologi berusaha menempatkan dasar pengetahuan matematika dan berusaha
menjamin kepastian dan kebenaran matematika, untuk mengatasi kerancuan dan
ketidakpastian dari pondasi matematika yang sebelumnya telah diletakkan.
Immanuel Khant dalam teori pengetahuannya, berusaha meletakkan dasar
epistemologi bagi matematika dan menjamin bahwa matematika adalah benar dan
dapat dilihat sebagai ilmu. Kant menyatakan bahwa metode yang benar untuk
mendapatkan kebenaran matematika adalah dengan memperlakukan matematika sebagai
pengetahuan a priori. Selanjutnya apakah yang disebut sebagai berpikir a priori
itu? Secara awam, berpikir a priori adalah mampu memikirkan suatu benda atau
objek pikir walaupun belum mengalaminya atau belum mengindranya. Itulah
sebabnya, dengan kemampuan berpikir a priori, manusia mampu merencanakan sebuah
aktivitas, atau program atau projek, atau membuat proposal untuk memeroleh
suatu keadaan di masa depan. Kemampuan untuk memikirkan masa depan itulah yang
menurut Immanuel Kant, kemudian disebut sebagai Teleologi.
Setidaknya terdapat 2 (dua) asumsi
dasar, pertama, siswa mampu memahami dan membangun konsep
matematika melalui logika atau penalarannya; kedua, siswa mampu
memahami dan membangun konsep matematika melalui pengamatannya terhadap
fenomena matematika. Logika atau penalaran bersifat "analitik a
priori", sedangkan pengamatan fenomena matematika menghasilkan konsep
matematika yang bersifat "sintetik a posteriori". Pilar
bangunan Architektonic Mathematics adalah pertemuan atau
perkawinan keduanya sehingga menghasilkan pemahaman dan bangunan matematika
yang bersifat "sintetik apriori". Dan menurut Immanuel Kant,
matematika bisa menjadi ilmu jika ia bersifat "sintetik a priori".
Terdapat dua pandangan tentang
matematika, yaitu memandang obyek matematika sebagai ide dalam pikirannya (Absolutism-Idealism-Platonism) dan
memandang obyek matematika di luar pikirannya (Intuitionism-Realism-Aristotelianism). Jika obyek pikir ada di dalam pikiran kita, maka
persoalannya adalah bagaimana kita dapat menjelaskan obyek yang ada dipikiran
kita kepada orang lain. Jika obyek pikir ada di luar pikiran kita, maka
nagaimana cara kita mengetahuinya. Tidak ada manusia yang dapat menjawabnya
secara tuntas absolut dan sempurna karena kesempurnaan sebner-benarnya hanya
miliki Tuhan YME. Jika objek pikir ada di dalam pikiran, maka dia memunyai
sifat-sifat misalnya: tetap, ideal, absolut, tunggal, formal, dst. Keadaan
obyek yang bersifat tetap diungkapkan oleh Peemenides. Jika kita memandang
objek pikir bersifat absolut, maka lahirlah aliran filsafat Absolutisme,
tokohnya adalah Plato. Jika objek pikir bersifat tunggal, maka lahirlah
filsafat Monisme.Jika objek pikir bersifat formal, maka lahirlah aliran
filsafat Formalisme. Maka jika dibuat urutan dari Absolutism-Idealism-Platonism
kemudian melahirkan Logicicst- Formalist- Foundationlist. Sedangkan Realism-Relativism-Aristotelianism melahirkan Empiricism-Fallibism-SocioConstructivism.
Kaum Logicicst-Formalist-Foundationlist hidup di
dunia yang terbebas dari ruang dan waktu, terbebas dari kontradiksi,
kekonsistensinya terjamin. Unggul secara subtansi dan unggul secara formal
serta merupakan harapan bagi pengembangan matematika murni ke depan. Sementara
itu, ruang dan waktunya dihuni oleh kaum Intuitionist-Realist-Aristotelianist-Empiricist-Relativist yang
berhubungan dengan kaum Fallibist-Socio-Constructivist. Mereka penuh dengan kontradiksi, tidak konsisten, bersifat relatif,
mengerjakan matematika yang belum benar dan subyektif.
Absolutism merupakan perwujudan dari Platonism. Sistem
matematika mencakup asumsi dasar, definisi, aksioma, teorem sampai pada
lema-lemannya. Agar tetap terjamin konsistensi logika matematikanya, kaum Logicist-Formalist-Foundationalist cenderung membangun sistem matematika yang bersifat tertutup. Fallibist-Socio-Constructivist berasal dari Aristotelian bahwa matematika
bukan sebagai struktur formal yang tertutup dan absolut, tetapi sebagai
kegiatan yang membangun (konstruktif).
Matematika yang diajarkan di sekolah
cenderung merujuk pada pure mathematics. Definisi matematika
demikian tidak cukup ramah untuk bergaul dengan siswa-siswa SD dan SMP.
Definisi matematika demikian juga tidak mampu menyelesaikan problem
pembelajaran matematika di sekolah. Mungkin baik jika kita melihat definisi
matematika sekolah dari Ebbutt and Straker (1995) yang mendefinisikan Matematika
sebagai berikut: (1). Matematika adalah ilmu tentang penelusuran pola dan
hubungan (2). Matematika adalah ilmu tentang pemecahan masalah (Problem
Solving) (3). Matematika adalah ilmu tentang kegiatan investigasi (4).
Matematika adalah ilmu berkomunikasi. Definisi matematika demikian ini sangat
kaya dengan aspek-aspek psikologis, social dan constructivist.
Menurut Prof. Dr. Marsigit, M.A.
salah satu bentuk kompromi antara pure mathematics danschool
mathematics adalah jika obyek telaah berada di wilayahnya pure
mathematician, maka para mathematical educationist lah yang harus
menyesuaikan diri, mempelajari dunianya Logicist-Formalist-Foundationalist,
yaitu dengan cara melakukan mathematical research. Tetapi jika
obyek telah berada di wilayah mathematical educationist, maka pure
mathematician seharusnyalah perlu menyelami, mempelajari dan terlibat
di dalam pengembangan mathematical education dalam
aspek-aspeknya Intuitionist-Fallibist-Sosio-Constructivist. Selain
itu, Marsigit menawarkan apa yang disebutnya Quasi-Mathematics,
yaitu daerah yang berada diantara Pure Horizontal Mathematics danPure
Vertical Mathematics. Dengan Quasi-Mathematics kita dapat
mempertemukan pure mathematics dan school mathematics.
Sumber:
Hasbullah. 2011. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan
(Edisi Revisi). Jakarta: Rajawali Pers.
Redja, Mudyahardjo. 2013. Pengantar
pendidikan Sebuah Studi Awal tentang Dasar-dasar Pendidikan
pada Umumnya dan
Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
http://powermathematics.blogspot.com/2014/11/teori-marsigit-tentang-bagaimana.html
Ruseffendi, E.T. (1988). Pengajaran
Matematika Modern dan Masa Kini: Untuk Guru dan SPG. Bandung: Tarsito.
Encyclopedia Britannica. (2000). Students' Britannica India Volume Seven.
New Delhi: Radiant Printers.
Erman Suherman, dkk. (2003). Strategi
Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:
UPI.