Refleksi
Filsafat Pendidikan Matematika I
(Terinspirasi
pada pekuliahan filsafat oleh Prof. Marsigit pada hari Rabu, tanggal 15 Oktober
2014, pukul 09.00- 10.40)
Pertanyaan 1 :
Medina
" Mana
yang lebih mempengaruhi, keyakinan mempengaruhi filsafat atau filsafat yang
mempengaruhi keyakinan?"
Jawab:
Jangan sampai filsafat anda
mempengaruhi keyakinan anda. Dihindari, jangan sampai filsafat anda mengurangi
kadar keyakinan anda. Tapi usahakan untuk sebaliknya. Jika anda sudah merasa
mengalami degradasi, stop dulu berfikirnya dan langsung di intensifkan
berdoanya. Sebaliknya keyakinanlah yang diharapkan mempengaruhi filsafat.
Seseorang muslim hendaknya dalam berfilsafat mencerminkan perilaku atau pemikiran
muslim. Karena filsafat itu merupakan pola pikir yang seluas- seluasnya tetapi
batasannya merupakan spiritual kita. Oleh karena itu, dalam postingan-
postingan saya banyak mengenai spiritual- spiritual. Untuk mahasiswa yang non
muslim bisa menyesuaikan.
Saya bukan kyai, ustad atau apapun.
postingan yang saya tulis juga harus berdasarkan refrensi karena terus terang
saya tidak bisa mandiri karena saya bukan seseorang yang menjadi penjustifikasi
atau penentu dari bidang spiritual karena itu bukan bidang saya dan disini
dalam arti profesional. Jika spiritual dalam arti diamalkan memang kita wajib
mengejarnya. Filsafat itu tergantung orangnya dan juga
spiritualnya.spiritualnya berbeda maka filsafatnya akan berbeda pula. Sekali
lagi saya tekankan, jangan sampai filsafatmu mengganggu keyakinanmu tetapi
sebaliknya menyuburkan keyakinanmu.seperti, jangan sekali- kali matematikamu
mengurangi kadar imanmu. Atau jangan sekali- kali kelancangan pemikiranmu
menyebabkan berkurangnya kadar iman dan ibadahmu tetapi usahakan sebaliknya.
Pertanyaan 2 :
Sukmo
" Yang ada
dan yang mungkin ada, dimana letak yang tidak ada?"
Jawab:
Dalam filsafat, tidak ada itu ada
dan tidak ada itu menjadi penyebab adanya yang lain. Contoh, malam tadi saya
berencana untuk pergi ke rumah adik dan istri berencana untuk yasinan. Namun
entah karena sebab apa, saya tidah jadi pergi kerumah adik dan istri saya pun
tidak jadi berangkat yasinan. Saya dan istri masing- masing memiliki kesibukan
sendiri dirumah. Dilihat dari sisi yasinan, istri saya tidak ada. Dilihat dari
sisi ke tempat adik, saya juga tidak ada. Ketidak adaan saya diruamh adik
menyebabkan keadaan saya di rumah. Begitu juga dengan istri saya. Jadi tidak
ada itu ada, hanya beda ruang dan waktu. Terkadang orang jawa itu ketidak adaan
diperlukan sebagai solusi. Sehingga tidak ada itu ada dalam filsafat.
Pertanyaan 3
: Aisyah
"
Bagaimana belajar ikhlas pikiran, hati, mengajar dan beramal? "
Jawab:
Ikhlas jika selama itu dikatakan
atau diucapkan tidak akan pernah ada yang benar keikhlasan itu. Karena
keikhlasan itu mencapai ranah spiritual maka tergantung janjinya. Saya berkata
ikhlas itu dari tataran yang mana. Kalau tataranya sudah urusan dunia, maka
tatarannya menjadi multitafsir. Tapi jika urusan akhirat, tafsirannya hanya
satu dan manusia tidak akan pernah mengerti keikhlasan itu sendiri. Kita hanya
berusaha untuk memenuhi rukun atau iman untuk mencapai keikhlasan itu. Sebenar-
benar Maha Mengerti adalah Sang Pencipta yng mengetahui keikhlasan anda masing-
masing. Barang siapa mengaku aku di depan yang Maha Kuasa akan terlempar jauh
dia nanti. Maka keikhlasan kita adalah selagi kita tidak mampu tidak dapat
mengatakan aku. Keikhlasan dalam belajar, pikiran selama urusan dunia kalau
kita mau memikirkannya menurut saya sunnatullah sesuai dengan kodratnya, sesuai
dengan ikhtiarnya, harmoni, keseimbangan sesuai hak dan kewajibannya.
Yang ada dan yang mungkin ada bisa
dipraktekkan. Seperti nama cucu saya yang posisinya sekarang dalam dirimu
adalah yang mungkin ada. Keberadaannya tergantung saya. Jika saya katakan,
tulis akan menjadi ada sehingga tergantung saya. Nanti jika telah saya katakan
maka nama cucu saya akan masuk ke dalam pikiranmu. Ketika saya katakan nama
cucu saya, coba perhatikan teman yang lain, adalah reaksinya? Nama cucu saya adalah
Queen Nabila Isatunissa. Apakah ada reaksi?
Sebenar- benarnya belajar adalah
mengadakan dari yang mungkin ada. Ikhlas dalam belajar tadi adalah dengan
mengadakan yang mungkin ada menjadi ada. Bagaimana caranya, dengan tumakninah,
istiqomah. Ikhlas dalam belajar itu seperti apa yaitu dengan mensyukuri nikmat
Tuhan dari proses yang mungkin ada menjadi ada.
Pertanyaan
4 : Ghosa
"Apa
yang ada diluar pikiran dan yang di dalam pikiran?"
Jawab:
Bisa
tidak kita membedakan yang diluar pikiran dan yang di dalam pikiran? Objek
filsafat sendiri dapat yang diluar pikiran dan yang di dalam pikiran.
Prof:
" Seperti pena ini. Saya menunjukan pena ini. Kemudian saya akan memasukan
pena ini ke dalam kertas.
Sekarang
dimanakah pena tersebut? "
Mahasiswa:
" Di dalam kertas."
Secara
filsafat anda telah melakukan suatu kecerobohan dengan mengatakan pena tersebut
berada di dalam kertas tersebut. Apa bukti atau jaminannya? Jika anda bisa
mengatakan hal tersebut karena tadi melihat saya memasukkannya ke dalam kertas
artinya anda berasumsi, berspekulasi saja. Jika menurut filsafat empiris yang
murni dikatakan pena saya tidak ada karena tidak terlihat. Ini hanya salah satu
filsafat, masih terdapat filsafat yang lain. Pena tadi tidak ada karena tidak
terlihat maka itu tadi disebut empiris murni. Pena tadi berwarna hitam, mengapa
anda bisa mengatakannya? Karena pena tadi telah terdapat dalam pikiranmu. Jika
didalam pemikiranmu tidak ada pena tersebut maka tidak mungkin anda dapat
mengatakan pena tadi berwarna hitam. Yang ada dalam pikiranmu adalah ideal dan
yang ada diluar pikiranmu adalah realis. Ideal tokohnya Plato dan realis
tokonya Aritoteles.
Pertanyaan
5 : Dita
"
Apakah ketenangan itu ada, padahal manusia itu bersifat kontradiktif?"
Jawab:
Berfilsafat
itu yang terlihat kualitas satu. Dunia itu memiliki dua prinsip, yaitu
identitas dan kontradiksi menurut Immanuel Khant. Identitas yaitu aku=aku, x=x,
4=4 tetapi itu hanya terjadi dalam pengandaian, pikiran, jika kita sudah
meninggalkan dunia di akherat. Selama kita turun ke bumi, berfilsafat sensitif
ruang dan waktu. Karena sensitif dengan ruang dan waktu maka aku tidak pernah
bisa menunjuk aku adalah diriku. Belum selesai aku menunjuk diriku, aku sudah
berubah. Dari diriku yang tadi menjadi diriku yang sekarang dan seterusnya.
Dalam filsafat yang sensitif terhadap ruang dan waktu, diriku yang sekarang dan
diriku yang nanti itu berbeda. Maka akupun
tidak akan pernah bisa menulis bahwa aku sama dengan aku.karena aku= aku
dalam filsafat akan menjadi salah karena disini kita menemukan aku ada dua
macam yaitu aku pertama dan aku kedua, aku yang kiri dan aku yang kanan. Jadi hukum
identitas aku= aku tidak terjadi di dunia ini, tidak akan pernah terjadi dan
itulah yang dinamakan kontradiksi. Sebenarnya apa yang terjadi? Yang terjadi
adalah di dunia itu tidak akan pernah sama subjek= subjek apalagi subjek dengan
predikat. Jika subjek= predikat maka akan menjadi identitas dan itu hanya
terjadi dalam matematika yang dipikirkan, matematika yang ditulis saja akan
menjadi salah. Di dunia ini subjek kita adalah jika subjek dirimu maka predikat
itu milikimu dan sifatmu. Selama kita di dunia tidak mungkin subjek =predikat
karena predikat adalah sifatnya. karekter yang lain meliputi yang ada dan yang
mungkin ada. Jadi berfilsafat itu tidak hanya sekedar memandang tetapi juga
memandang apa yang ada dibaliknya. Jadi karena hakekat yang ada dalam dirinya
terikat dengan ruamg dan waktum maka tiadala sesuatu yang tetap maka mengalami
perubahan. Tergantung pada pertanyaan ini, jika yang dimaksud tenang adalah
tetap maka ketenangan hanya akan anda raih dalam pengandaian atau akherat. Jika
diartikan tidak tenang maka hahekat hidup di dunia itu adalah tidak tenang.
Maka bersiap-siaplah untuk tidak tenang agar anda dapat terus hidup. Tetapi saran
saya tidak tenanglah dalam pikiran sedangkan hatimu jagalah dia agar tetap
tenang. Karena sebenar- benar ilmu adalah diperoleh dengan cara tidak
menenangkan pikiran, karena pikiran yang tenang itu artinya pikirannya sudah
berada di akherat. Yaitu kontradiktif. Artinya tesis perlu dicari antitesisnya,
kemudian dicari sintesisnya. Jika anda mengiyakan apa yang saya katakan sampai
nanti akhir jaman makan anda itu tenang. Tapi ketenanganmu artinya anda tidak
akan memperoleh ilmu apa- apa. Maka untuk memperoleh ilmu, janganlah anda
anggap tenang, tesis yang tidak tenang harus dicari antitesisnya. Maksudnya
anda harus bertanya lagi untuk mencari kebenaran yang sesunggguhnya. Maka
pekerjaanmu itu adalah tesis, antitesis dan sintesis. Maka sebenar- benar hidup
adalah tesis, antitesis dan sintesis. Tenang bereti hanya tesis saja, artinya
anda terancam kematian dalam pikiranmu. Maka filsuf akan mencatat bahwa
sebagian yang akau lihat akan terancam kematian dalam pikirannya. Karena ilmu
yang diperolh hanya diiyakan, tidak pernah dicari solusinya. Maka sebenar-
benarnya tenang mengandung ketidak tenangan. Maka manusia sebenarnya tenang di dalam
ketidaktenangan.
Membangun
rumah jika kita lihat adalah dari bawah ke atas dan itulah kualitas pertama.
Namun dalam filsafat harus anda perhatikan, apakah ada dalam membangun rumah
tanpa adanya meletakkan sesuatu dari atas ke bawah? Maka jika secara filsafat
dapat dikatakan bahwa membangun rumah adalah dari atas ke bawah. Jadi yang
terlihat dari bawah ke atas mengandung dari atas ke bawah dan dialami.
Pertanyaan
6 : Dyah
"
Bagaimana tentang hakekat hidup manusia? "
Jawab:
Manusia
menemukan hekekat hidupnya dengan berbagai cara. Dari sisi pemikiran, bagaimana
yang ada dan yang mungkin ada. Dari pemikiran intuitif, bagaimana kita dapat
berpikir untuk itu. Kemudian menyadari adanya dalil- dalil dan aksioma. Dalam
masing- masing agama memiliki dalil- dalil dan ksioma yang telah tertulis dalam
kitab suci. Turun ke bawah menjadi pedoman. Jika di mahabarata, kitab- kitab
disana turun kebawah agar mudah untuk memahaminya diwujudkan dengan perilaku
para dewa. Mahadewa bercinta dengan Dewi Parwati itu menjadi model untuk
percintaan manusia dan juga perilaku- perilaku lainnya yang menjadi model-
model untuk perilaku manusia. Setinggi- tingginya kekuatan yang dimiliki oleh
Mahadewa adalah filsafat, aksioma, teori dan dalil. Jadi jika anda kuliah
filsafat ini seolah- oleh ingin mendapatkan ilmu tantra, maka Mahadewanya
adalah saya.
Maka
karena matematika ada diatas maka matematika memiliki aksioma. Bilangan bulat +
bilangan bulat= bilangan bulat. Maka jika seseorang mengatakan 2 lebih besar
daripada 7 tidak salah. Karena 2 sendiri ditulis menggunakan spidol sedangkan 7
ditulis menggunakan pensil. Maka semua yang ada di dunia ini tidaklah sempurna.
Maka dalil tersebut pastunya benar karena terbebas dari ruang dan waktu. Ayam
itu dewanya cacing. Kucing itu dewanya tikus. Engkau itu dewanya jilbabmu.
Subjek dewanya predikat. Engkau dewanya milikmu. Engkau dewanya sifatmu.
Sekarang, engakau dewanya yang tadi. Engkau yang nanti dewanya engkau yang
nanti. Apa maksudnya dewanya disini?
Dimensi, supaya engakau paham terdapat dimensi yang berbeda- beda. Jika
subjek dewanya maka predikat adalah daksa. Yang perlu diberikan pantangan
adalah daksanya bukan dewanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar